Leiden is Lijden. Memimpin adalah Menderita
(KH Agus Salim)
Kalau ada yang hilang dari bangsa ini mungkin adalah keteladanan. Terlalu banyak yang merasa bisa memimpin, tapi sedikit yang benar-benar bisa jadi teladan.
Keteladanan itu pernah bernama KH Agus Salim. Menteri Luar Negeri pertama Indonesia. Agus Salim dikenal sebagai pejabat nomaden alias selalu pindah-pindah kontrakan karena tak mampu beli rumah. Agus Salim bahkan tak punya uang untuk membeli kain kafan ketika salah satu anaknya wafat.
Bangsa ini juga punya Panglima Besar Jenderal Soedirman. Sakit paru-paru tak membuatnya menepi dari gelanggang pertempuran. Amunisi pertempuran kita kalah jauh dari penjajah, tapi keteguhan Jenderal Soedirman adalah inspirasi yang tak habis-habis bagi prajurit untuk berjuang.
Adakah kita bisa temukan teladan itu hari-hari ini?
Bagi Prof. Dr. Ade Maman Suherman, SH, MSc. perjuangan KH Agus Salim dan Jenderal Soedirman adalah inspirasinya. Ade Maman, begitu beliau biasa disapa, sadar betul bahwa jalan perjuangan itu sunyi : Tak banyak sorot kamera dan riuh tepuk tangan.
Sejak mahasiswa hingga kini menjadi Guru Besar Fakultas Hukum UNSOED, Ade Maman tetap sederhana. Gaya hidupnya jauh dari kata glamour.
Semasa mahasiswa, Ade Maman sudah terlibat dalam upaya bela negara. Aktivitasnya sebagai Komandan Batalyon Resimen Mahasiswa (Danyon Menwa) Kalayudha Soedirman, bahkan mengantarkannya berjuang ke Timor-Timur (Timtim) sebagai relawan.
Karir akademisnya dimulai tahun 1993 menjadi Dosen di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Banyak yang mengira, menjadi dosen adalah pekerjaan yang relatif nyaman. Tapi, buat Ade Maman, tantangan menjadi pengajar tidak sesederhana itu.
“Tantangan menjadi dosen adalah tanggung jawab dalam mendidik orang-orang yang kelak mengisi jabatan strategis di negeri ini. Keteladanan seperti kejujuran, sikap adil dan objektif bisa dimulai dari ruang perkuliahan,” kata Ade Maman.
Pada tahun 1997, Pengabdian Ade Maman sebagai Dosen mengantarnya meraih beasiswa di Universitas Groningen, Belanda. Di Groningen, beliau mendalami hukum internasional dan hukum pengadaan barang dan jasa. Studi yang mengantarkannya menjadi salah satu pakar hukum di bidang layanan pengadaan di Indonesia.
Karir akademisnya terbilang cepat. Setelah lulus pada tahun 1999 dari Groningen, 9 tahun kemudian beliau sudah menyelesaikan studi doktornya di Universitas Indonesia (2008). Tahun 2013, Ade Maman dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Hukum Unsoed. Sampai saat ini, Ade Maman tercatat sebagai salah satu Profesor termuda di Unsoed!
Kenapa KPK?
Setelah semua capaian akademisnya tercapai, banyak yang bertanya, kenapa Ade Maman memilih maju sebagai Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Apa yang dicari?
Pertanyaan ini wajar mengingat menjadi pimpinan lembaga hukum paling superpower di Indonesia seperti KPK bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu keberanian untuk mengambil resiko kriminalisasi sampai ancaman pembunuhan. Bukankah menjadi pengajar di kampus jauh lebih nyaman dan tenang?
Bagi Ade Maman, memutuskan untuk maju menjadi Capim KPK adalah bentuk pengabdiannya pada negara. Ia percaya, ilmu harus diamalkan untuk kemaslahatan yang lebih besar, bukan hanya sebatas di lingkungan kampus.
“Kalau hitungannya cari pekerjaan, saya tidak akan pilih lembaga beresiko seperti KPK. Tapi, sebagai akademisi saya punya tanggung jawab untuk ikut sumbang pikir dan aksi dalam memberantas korupsi,” tegasnya.
Keyakinannya untuk maju nyaris tanpa beban. Ia juga tak punya afiliasi politik tertentu, sehingga bebas menyampaikan gagasannya ke publik. Keyakinan dan tekad keras itulah yang mengantarnya lolos seleksi sampai di tahap ke-3 Calon Pimpinan (Capim) KPK.
Sebuah langkah yang tak mudah, karena Ade Maman berhasil melewati tahapan administrasi, psikotes, Profile Assessment sampai penelusuran kekayaan dan rekam jejak oleh KPK, PPATK, dan Kepolisian. Ia menyisihkan 200 lebih pendaftar Capim KPK di seluruh Indonesia. Pada saat tulisan ini dibuat, beliau sedang bersiap maju interview dan test kesehatan sebagai tahap ke-4 seleksi Capim KPK.
Kini saatnya seluruh civitas academia Unsoed bersatu memberi dukungan dan doa kepada Prof Ade Maman semoga lolos menjadi Pimpinan KPK mendatang dan mengharumkan nama almamater di tingkat nasional,
Bangsa yang defisit teladan ini butuh harapan. Butuh sosok yang bisa mengingatkan kita pada petuah KH Agus Salim : Leiden is Lijden. Memimpin adalah Menderita.